Pages

Kamis, 22 Mei 2014

Suara Malaikat

Akhir-akhir ini, hutan tempatku hidup serasa sepi. Burung-burung yang biasa berkicau menyambut mentari pagi, sekarang ini seperti enggan bersuara. Pak kijang yang sering berlari kesana kemari, melintasi padang rumput dan semak belukar beberapa hari terakhir tak ku lihat wujudnya. Paman ular juga begitu. Tak biasanya ia absen patroli keliling hutan seperti ini. Aku rindu melihat bulu indah si cendrawasih yang sering bertengger di atas pohon. Kemana mereka semua pergi? Apakah mereka sedang sakit? Ataukah sedang pergi ke hutan lain? Sudah berkilo-kilo aku mengarungi hutan ini, tak satupun kawan kutemui. Aku merasa kesepian. Hutan ini terasa begitu jauh dan besar tanpa kehadiran mereka. Apakah semua ini gara-gara rumor itu? Entah siapa yang pertama kali menyebarkan, tapi rumor itu menyebar dengan cepat ke semua penghuni hutan. Kemarin aku melihat raja singa muram di singgasananya. Tampaknya ia juga tengah memikirkan rumor ini. Tak biasanya aku melihat raja singa bermuram durja. Jangan-jangan rumor tersebut memang benar adanya?
Di tempatku tersiar kabar bahwa akhir-akhir ini banyak terdengar suara malaikat. Konon katanya suara itu sangat keras dan menakutkan. Saking menakutkannya, hewan-hewan penghuni hutan yang mendengar suara itu akan lari menyelamatkan diri. Ada juga yang mengatakan, hewan yang berada di dekat suara itu jika tidak segera menyelamatkan diri bisa langsung mati seketika. Saat pertama kali mendengar kabar itu, bulu romaku bergidik ngeri. Ini bukan suara malaikat biasa, ini suara malaikat maut. Entahlah, apa aku harus percaya tentang kabar ini atau tidak, tapi yang jelas aku berharap tidak mendengar suara malaikat itu. Setidaknya sampai anak yang berada di dalam kandunganku ini lahir.
Aku tengah hamil kawan. Ya, ada bayi di dalam perutku. Setelah belasan tahun menunggu, aku adalah orangutan pertama di hutan ini yang akan memiliki keturunan. Aku senang luar biasa. Dengan bayi yang kukandung ini, generasiku akan bertambah. Siapa bilang spesiesku akan punah? Aku akan melakukan apapun untuk menjaga bayi dalam kandunganku ini lahir dengan selamat dan menjadi penerusku di hutan ini.
Namun, teman-temanku yang tiba-tiba menghilang tanpa pamit membuatku benar-benar cemas. Baru tadi pagi aku melihat kakek harimau mencari mangsa di daerah sini dan sekarang aku sudah tak melihatnya lagi. Mengapa satu demi satu dari kami menghilang? Aku berusaha membuang semua pikiran buruk yang hinggap di kepalaku dan memilih memikirkan hal yang baik. Persediaan makan kakek harimau mungkin masih banyak, jadi dia tidak mencari mangsa lagi. Aku juga berusaha melupakan rumor tentang suara malaikat itu. Aku menganggap itu hanyalah rumor yang dibuat oleh hewan-hewan yang suka usil macam si kancil.
Aku tengah asyik bergelantungan di atas ranting pohon menikmati suara angin yang berpadu dengan pepohonan saat dari kejauhan aku melihat raja singa berlari-lari sambil berteriak kencang “Larii!!! Lariii!!! Lariii!!! Suara Malaikat datang!!”. Teriak raja singa seperti ketakutan. Di belakang raja singa aku melihat binatang binatang lain ikut berlari mengikutinya. Aku masih sibuk dengan pikiranku sendiri ketika raja singa berteriak memanggilku.“Hei, Orangutan, mengapa kau masih bergelantungan di situ??! Cepat lari, suara malaikat datang lagi! Nyawamu bisa terancam!!” Mendengar suara itu, aku panik bukan kepalang. Otakku menyuruhku cepat pergi dari tempat ini, tapi tangan dan kakiku tak mau bergerak. Tubuhku bergetar ketakutan. Aku ingin berteriak minta tolong tapi lidah ini tiba-tiba kelu. Ranting pohon yang selama ini kugunakan untuk bergelantungan serasa sangat jauh dari tempatku saat ini dan sangat sulit kugapai. Apa yang harus kulakukan? Aku harus menyelamatkan diri dan bayiku. Mengapa aku tak bisa bergerak??
Dengan sekuat tenaga kukumpulkan semua kekuatanku. Beberapa kali aku menghela nafas panjang, mencoba mengembalikan pikiran jernihku. Aku harus berlari. Aku harus pergi dari tempat ini. Saat ini membayangkan tentang suara malaikat membuatku sangat takut. Namun, belum sempat kakiku beranjak, tiba-tiba aku mendengar suara malaikat untuk yang pertama kalinya. “DUOORR!!” Ternyata rumor yang selama ini beredar benar. Suara melaikat itu sangat keras, menakutkan dan…….menyakitkan. Aku baru tahu kalau ada suara yang se-menyakitkan ini. Mendengar suara itu, membuat tubuhku sangat sakit. Sakit yang sangat hebat dan belum pernah kurasakan sebelumnya. Aku menyadari tubuhku tiba-tiba lemas dan tulangku tak berdaya  menopang berat badanku. Oh Tuhan, apa yang terjadi denganku? Kesadaranku lambat laun hilang dan aku terjatuh dari pohon yang kugelantungi tanpa bisa kucegah. Cairan segar berwarna merah tiba-tiba keluar dari kepalaku. Kuusap cairan itu dan kusadari bahwa darahku telah mengucur deras dari sana. Ternyata rasa sakit ini tidak hanya berasal dari sebuah suara. Ada benda asing yang keras menghantam kepalaku dan sekarang tengah bersarang di otakku. Apakah aku akan mati? Tuhan, tolonglah aku. Aku merasa, waktuku sudah tidak lama lagi.
Suara malaikat benar-benar kejam. Aku selalu berharap tidak mendengar suara ini seumur hidupku namun ternyata harapanku tak dikabulkan. Dengan separuh kesadaranku kulihat asal suara itu. Ku lihat suara itu berasal dari sebuah benda yang panjang. Sepertinya aku pernah melihat benda itu. Itu adalah pistol pemburu. Tapi yang aku tahu pistol pemburu tidak bisa berfungsi jika tidak ada yang mengoperasikannya. Lalu siapa yang mengoperasikan pistol ini? Siapa sebenarnya dalang di balik semua ini. Kukerahkan semua tenagaku yang tersisa untuk melihat sosok di balik pistol itu. Samar-samar aku melihat dua orang pria memakai topi dan ransel hitam besar di punggungnya tersenyum melihatku sekarat. Kini kutahu suara malaikat itu dibunyikan oleh manusia yang ingin memburuku.
Sungguh kejam. Sangat kejam. Aku tidak tahu apa yang telah kulakukan kepada mereka sehingga mereka tega melakukan ini semua padaku. Tiba-tiba bayangan pak kijang, paman ular, kakek harimau, dan si cenderawasih muncul di benakku. Jangan-jangan mereka bernasib sama denganku?? Saat ini tidak hanya sakit sekarat yang kurasakan namun juga sakit hati. Aku tidak pernah membayangkan mati dengan cara seperti ini. Aku heran mengapa manusia bisa berubah 180 derajat seiring berjalannya waktu. Dahulu, manusia sangat bersahabat dengan alam. Manusialah yang menanam pohon-pohon itu, manusialah yang merawat hutan tempatku hidup. Karena manusia, selama berabad-abad kami bisa hidup dengan damai dan bahagia. Dahulu, manusia dan alam saling membutuhkan satu sama lain, saling menjaga, saling merawat. Namun, saat ini hal itu sudah berubah. Kemajuan teknologi dan dunia yang semakin modern membuat manusia sudah tidak peduli lagi dengan alam. Yang ada di otak mereka saat ini hanyalah uang-uang dan uang. Manusia mengeksploitasi alam secara besar-besaran tanpa memikirkan bagaimana mengembalikan alam menjadi hijau kembali. Hewan-hewan yang menjadi penghuni hutan mereka buru dan mereka bunuh. Tidak hanya sekali, tapi berkali-kali.
Aku tahu kau membutuhkan daging kami, kau membutuhkan kulit kami, dan kau membutuhkan bulu kami. Namun, tidakkah kau berfikir bahwa kami juga ingin hidup, atau setidaknya ada keturunan kami yang hidup? Kami hanya ingin anak cucumu kelak masih mengenal jenis kami. Kami tidak mau hilang dari bumi ini seperti yang sudah terjadi pada teman-teman kami. Kami ingin tetap ada di bumi ini sampai pada suatu masa ada seleksi alam yang membuat kami harus pergi.
Ohh.. betapa naas nasibku. Aku telah berjuang bertahan di hutan ini untuk melesatarikan keturunanku, namun semuanya sia-sia. Kuraba perutku yang sudah sangat besar. Kurasakan ada sesuatu yang hangat keluar dari mataku. Aku berbisik lirih “Maafkan ibu nak, seharusnya ibu tidak mati sekarang. Seharusnya ibu membiarkanmu melihat dunia sebelum ibu mati. Seharusnya ibu melahirkanmu dahulu sebelum ibu mati. Maafkan ibu..”. samar-samar kulihat dua manusia tadi berjalan ke arahku dan mengangkat tubuhku. Dan setelah itu semuanya gelap. Aku dan bayiku pergi untuk selama-lamanya, meninggalkan hutan yang semakin sepi tak berpenghuni.
Semoga ada masa manusia berubah
Tidak harus semua, cukup beberapa
 Manusia yang iba
Pada nasib kami
Satwa langka yang terancam musnah
Selesai..

Rista Fitria Anggraini J

0 komentar:

Posting Komentar