Pages

Selasa, 10 Desember 2013

Gelar Pertama Musim Ini, Terima Kasih Pena Brawijaya ^_^

            
Beberapa saat yang lalu saya baru saja mengikuti lomba Pena Brawijaya kategori Cerpen yang diadakan oleh Kementrian Sosial Eksekutif Mahasiswa Universitas Brawijaya. Dan Alhamdulillah saat pengumuman yang bersamaan dengan acara talkshow  Brawijaya Mengajar dan Indonesia Mengajar, cerpen yang cuma saya buat dalam semalam itu berhasil menjadi Juara I. Sangat tidak menyangkan sebenarnya, karena saya membuat cerpen ini hanya karena kagum dengan keindahan surga bawah laut kabupaten Wakatobi di Sulawesi Tenggara yang saya saksikan lewat televisi beberapa saat yang lalu. Dengan keindahan laut yang luar biasa, ternyata penduduk asli Wakatobi masih jauh dari kata sejahtera. Melalui acara TV yang saya saksikan tersebut, masih banyak pemukiman-pemukiman kumuh di pinggir pantai Wakatobi yang biru mempesona. Karena itulah saya ingin menjadikannya sebuah tulisan dan saat mengetahui ada lomba cerpen ini, saya langsung ingin mengangkat Wakatobi sebagai isi cerpen saya. Terima kasih kepada seluruh panitia Pena Brawijaya yang telah meilih cerpen saya menjadi yang terbaikpada lomba ini. Saya sangat senang dan bersyukur. Ini adalah gelar pertama di musim ini. hahaha..

Pada artikel ini, saya ingin membagi isi cerpen tersebut saya kepada pembaca blog ini. Semoga bermanfaat dan selamat membaca... ^__^




Sekolahku Tak Seperti Surga Bawah Lautku
Namaku Yusuf dan aku tinggal di Sulawesi Tenggara, tepatnya di Wakatobi. Tempatku dijuluki daerah surga nyata di bawah laut di jantung segi tiga karang dunia. Pantai adalah identitas daerahku, lautan biru adalah kebanggaan logoku. 10 tahun yang lalu, di saat warga kampungku berbondong-bondong menangkap ikan di laut karena musim panen ikan datang, aku lahir ke dunia. Hampir 95% warga di Wakatobi adalah pelaut. Mendayung perahu, adalah hal wajib yang harus kami kuasai. Ibuku, sejak berumur 8 tahun sudah lihai mendayung perahu, melintasi jengkal demi jengkal birunya lautan, membantu kakekku mengumpulkan rumput laut untuk dijual. Sampai saat ini hidup keluargaku dan hampir seluruh warga Wakatobi bergantung pada laut. Kami sangat mencintai alam kami karena kami tidak bisa hidup tanpanya.
Saat ini aku duduk di kelas 4 SD di Kaledupa, Wakatobi. Gedung sekolahku terletak tak jauh dari pantai Sumbano di Kaledupa. Jangan bayangkan, gedung sekolahku adalah benar-benar “gedung” yang megah kawan, yang kumaksud “gedung” di sini hanya sebuah bangunan sederhana bertembok kayu yang posisinya sudah agak mendoyong. Setiap duduk di bangku kelas, lembutnya pasir pantai mengelus kakiku yang tak bersepatu. Pasir pantai adalah ubin sekolah kami. Kalau musim kemarau panjang, aku selalu disuguhi adegan pasir berterbangan di depan kelasku. Deburan ombak pantai yang syahdu, menemani setiap detik waktuku belajar di sekolah. Mereka seakan ingin ikut belajar bersamaku di sini. Angin pantai yang kencang sering menghapus peluhku yang keluar saat kesulitan mengerjakan soal di kelas.
Pantai adalah sahabat karib kami di Wakatobi. Ikan –ikan adalah keluarga kami. Kami sangat mencintainya layaknya seorang kakak mencintai adiknya. Kadang, setelah selesai sekolah, aku tak langsung pulang. Aku sambangi dahulu keluarga besarku yang kurindukan. Kulepaskan segala canda dan tawa bersama mereka, kuceritakan segala kisahku di sekolah pada ikan dan terumbu karang yang dapat dengan jelas kulihat di bawah laut .
Pantai adalah sahabat terbaik yang kumiliki. Ia tak pernah protes dan mengeluh saat aku menceritakan semua kisahku. Meski setiap hari aku menceritakan hal yang sama, tentang kepala sekolahku yang botak samping atau tentang guru matematikaku yang tak bisa mengucap huruf “r” sehingga rumus luas lingkaran berubah menjadi πl2 yang membuat seluruh kelas harus mengulang karena semua salah, ia tetap tak bosan. Ia tetap mendengarkan dengan setia. Jika aku sedih, pantai menghiburku dengan deburan ombaknya yang indah dan semilir anginnya yang menentramkan hati dan pikiranku. Jika aku bahagia, percikan air laut yang mengenai wajahku bertanda ia juga sedang bahagia melihatku. Sungguh sangat menyenangkan bersahabat dengan alam.
Kami belajar darimana saja. Bukan hanya di sekolah, tidak hanya dari buku pelajaran yang susah kami dapatkan, kami lebih banyak belajar dari alam. Kehidupan pantai mengajari kami berbagai ilmu arah angin, perbintangan, teknik mendayung, cara menangkap ikan yang benar dll. Sejak kecil kami sudah mempelajari dan paham betul akan hal itu. Saat paling bahagia dalam hidupku adalah saat ada perpustakaan keliling datang ke sekolahku. Jika di daerah lain perpustakaan keliling menggunakan mobil, di sini perpustakaan keliling menggunakan perahu. Setiap perpustakaan keliling akan datang, kami selalu berjejer rapi di halaman sekolah, menunggu dengan perasaan bahagia sekaligus penasaran kira-kira buku baru apa yang keluar minggu ini. Terik matahari pantai yang membakar kulit hitam kami tidak kami hiraukan. Saat kapal  mulai berlabuh di depan sekolah, kami segera berhamburan menyerbunya dan berebut mencari buku apa yang baru hari ini. Sering juga kami kecewa karena tidak ada buku baru yang datang, namun kami tetap memilih minimal 2 buku untuk kami bawa pulang.
Kata guruku, laut Wakatobi adalah yang terindah di dunia. Kami harus bangga dengan ini dan menjaganya agar tidak rusak sampai kapanpun. Kami harus bisa menjaga harta kami agar anak cucu kami dapat merasakan hal yang sama dengan kami. Setiap datang ke sekolah, di hatiku selalu tertanam tekad kalau aku ingin belajar agar kelak dapat membangun Wakatobi, tanah kelahiran yang kucintai.

Selesai... 

Rista Fitria Anggraini


1 komentar:

susuultra023 mengatakan...

daftar sabung ayam
Kata guruku, laut Wakatobi adalah yang terindah di dunia. Kami harus bangga dengan ini

Posting Komentar