Pages

Rabu, 15 Mei 2013

Apakah Benar-Benar Cinta Sepakbola?


Ditulis tanggal 13 Mei 2013

Ada pepatah mengatakan “Jangan ngaku pecinta sepakbola kalau belum menyaksikan sepakbola secara langsung di lapangan” atau “Bukan supporter namanya kalau belum mendukung tim-nya bertanding secara langsung di stadion”. Secara pribadi, saya membenarkan dan mempercayai kedua kalimat diatas. Mengaku pecinta sepakbola namun hanya menonton lewat layar kaca padahal kita berkesempatan melihat secara langsung di stadion belum bisa disebut pecinta sepakbola sejati. Karena memang, feel antara menonton langsung di stadion dan melihat lewat layar kaca sangat berbeda. Bukan tidak mungkin seseorang akan menjadi tidak suka ketika dirinya menonton langsung di stadion padahal jika melihat melalui layar kaca mereka sangat suka, begitu juga sebaliknya.Dengan dasar itulah, sebelum pertandingan Arema kontra Persipura kemarin, saya sering ragu jika mengatakan diri saya “Pecinta Sepakbola” atau malah “Aremania”. Karena jujur, saya belum pernah melihat pertandingan sepakbola secara langsung (partai tarkam tidak dihitung) di stadion.

Sebenarnya saya bukan tidak mau datang secara langsung di stadion. Saya sangat mau dan sangat ingin. Bahkan, sejak bertahun-tahun lalu saya selalu mengharapkan akan datang hari dimana saya berkesempatan melihat partai-partai di strata atas Liga Indonesia atau bahkan partai Tim Nasional Indonesia secara langsung. Namun, kenyataan bahwa tempat saya jauh dari kota klub ISL yang berarti juga jauh dari GBK tempat Timnas biasa bersua menjadikan kesempatan itu tak kunjung datang. Meski demikian, saya tetap yakin bahwa saya akan dapat melihat pertandingan ISL dan Timnas suatu hari nanti.
Dan, keyakinan saya kemarin menjadi kenyataan. Setelah menunggu sekian lama, akhirnya saya berkesempatan untuk melihat partai ISL secara langsung. Partai yang akan saya tonton pun bukan partai biasa. Ini partai big match antara pemuncak klasmen Persipura Jayapura melawan runner-up Arema Crounus yang dilangsungkan di kandang singa Stadion Kanjuruhan Malang. Kebetulan, saat ini saya memang tinggal di Malang karena mengikuti bimbingan belajar untuk persiapan jika saya harus mengikuti SBMPTN.
Partai Persipura melawan Arema ini memang partai yang sangat ditunggu-tunggu oleh Aremania. Terbukti dalam waktu sekejap tiket box di berbagai tempat sudah habis. Saya dan teman saya yang sedikit telat mencari tiket terpaksa menelan ludah karena tempat penjualan tiket box sudah ludes sejak sabtu pagi. Pada minggu pagi sekitar jam 7 kami kembali berburu lagi, dengan konsekuensi siap membeli di calo kalau memang sudah terpaksa tidak ada tiket lagi. Akhirnya, kami bisa mendapatkan tiket di kantor Arema meski dengan harga yang lebih mahal. Meski Arema sudah menggalangkan program anti calo, nyatanya calo masih mudah saya jumpai kemarin. Saya sedikit kecewa karena tiket yang habis tidak semua dibeli supporter tapi dibeli calo untuk dijual lagi dengan harga yang lebih tinggi. Saya berpikir mungkin kalau tidak ada calo saya masih bisa membeli tiket di tiket box dengan harga yang dipatok yaitu Rp.30000 daripada membeli tiket di kantor Arema dengan harga yang lebih mahal.
Siang harinya sekitar jam 1 siang, kami berangkat menuju Kanjuruhan. Meski laga dimainkan pada malam hari, kami harus berangkat dari siang hari untuk mencari tempat duduk. Selama di perjalanan kami bertemu dengan Aremania-Aremania lengkap dengan kaos dan syal mereka. Sesuatu yang menjadi identitas suatu supporter. Mula-mula sedikit, lalu menjadi banyak ketika kami mendekati stadion. Hujan yang turun rintik-rintik tidak menghalangi niat kami untuk mendukung Arema. Akhirnya, kurang lebih satu jam kemudian, kami tiba di markas kebanggaan Aremania, stadion Kanjuruhan Kepanjen Malang.
Setelah kurang lebih satu jam menunggu, akhirnya pintu masuk stadion dibuka dan kami masuk dengan berdesak-desakan. Meskipun berangkat siang, namun saya masih kebingungan cari tempat duduk karena ketika saya sampai di tribun, tribun sudah banyak yang terisi. Semakin malam, stadion mulai dipadati oleh Aremania. Dan puncaknya setelah maghrib, sepanjang mata memandang tak ada bangku yang tersisa di stadion. Hal ini membuktikan bahwa antusiasme Aremania pada laga malam ini sangat besar. Selain adu gengsi antara pemuncak klasmen dan runner-up kemenangan menjadi harga wajib bagi Arema untuk mempertahankan posisi di tempat kedua karena Persib Bandung dan Sriwijaya FC yang memetik kemenangan pada laga sebelumnya akan merebut posisi itu dari Arema jika Arema gagal memetik poin penuh.
Sebelum kick off, dirijen kesayangan Aremania sam Yuli Sumpil datang dan memimpin kami untuk menyanyikan yel-yel pembakar semangat. Hal ini wajib dilakukan di setiap partai Arema. Saat melihat Arema di layar kaca hal yang ingin saya lakukan adalah ini. Menyanyi, menggerakkan tangan, loncat-loncat, menggerakkan syal bersama seluruh Aremania. Akhirnya saya bisa melakukannya tadi malam. Saya melakukan semua itu dengan semangat. Meski ada sebagian yang baru di telinga saya karena tidak saya temukan di TV, saya dapat dengan mudah mengikuti sebagian besar tarian dan nyanyian yang diteriakkan Aremania karena saya sering melakukannya di depan layar kaca. Hehehe,
Jam 07.00 bendera fair play memasuki lapangan di susul kesebelasan kedua tim. Chant-chant penyemangat dan pelemah mental tim lawan terus kami teriakkan. Yel-yel seperti “Bantai papua, bantai papua, bantai papua di kandang singa di kandang singa di kandang singa.” Terus menggema saat persipura memasuki lapangan. Pertandingan sempat ditunda kurang lebih setengah jam karena ada sedikit insiden di sektor VIP, dan baru sekitar setengah delapan malam peluit kick off dibunyikan.
Layaknya duel panas tim papan atas, pertandingan berlangsung sangat seru. Kedua tim silih berganti melakukan serangan. Di babak pertama, Persipura lebih menguasai penguasaan bola. Puncaknya, gol Zah Rahan pada pertengahan babak pertama membuat kami terbungkam. Arema yang gencar menyerang akhirnya mendapat penalty di akhir babak pertama. Kami semua berdiri bersiap siap dengan syal di tangan kami, karena kami akan meloncat-loncat sambil memutarnya jika gol terjadi. Namun sayang, syal yang sudah siap kami putar tidak jadi kami lakukan karena eksekusi pinalti yang dilakukan oleh Beto Goncalves melenceng di atas gawang Persipura. Penalty gagal dan kami kembali terduduk di tribun dengan kecewa. Skor 1-0 tidak berubah, gawang Persipura perawan di babak pertama.
Di babak kedua, pertandingan jauh lebih seru. Arema gencar menyerang sejak awal babak. Kami dibuat tegang namun bersemangat. Berkali-kali kami harus berdiri untuk menyaksikan saat tim lawan merangsek daerah penalty, lalu kembali terduduk saat bola gagal disarangkan. Sam Yuli yang mencoba mengomando kami untuk bernyayi dengan semangatnya sering tidak kami hiraukan karena kami terlalu asik plus deg-degan melihat jalannya pertandingan. Kami kembali mendapat pinalti di babak kedua ini setelah hands ball kembali dilakukan pemain persipura. Kali ini saya yakin, hampir semua Aremania percaya bahwa penalty kedua ini akan berakhir dengan sebuah angka untuk Arema. Namun, siapa sangka penalty keduapun gagal dilakukan. Kali ini giliran Greg Nwokolo yang tendangannya terlalu lemah dan mudah diantisipasi oleh kiper Persipura. Papan skor tidak berubah, kami kembali duduk dengan kecewa. Dua pinalti yang kedua-duanya gagal membuat kami sedikit tak percaya. Sebenarnya saya pribadi tidak pernah menganggap bahwa penalty itu adalah satu hal yang mudah dilakukan. Penalty bukan hanya masalah menendang dengan jarak dekat dan tanpa halangan, tapi lebih daripada itu, mental dan konsentrasi tinggi dibutuhkan di sini. Striker Bambang Pamungkas pernah mengatakan salah satu syarat agar berhasil penalty adalah jangan melihat mata kiper karena bisa mempengaruhi mental kita. Maka itu, gagal menjalankan eksekusi penalty adalah hal yang pantas dimaklumi.
Belum sempat Arema menyeimbangkan keadaan, Persipura malah kembali menggandakan keunggulan lewat striker andalan mereka Boaz Salossa setelah memanfaatkan kesalahan kiper Ahmad Kurniawan yang gagal menangkap bola. Skor 2-0 membuat kami sedikit putus asa. Beberapa Aremania malah meninggalkan stadion lebih dahulu. Arema baru mampu mencetak gol di menit 83 lewat tandukan Thierry Gatussi memanfaatkan sepak pojok dari Deny Kusnandar. Hanya gol pemerkecil ketertinggalan saja membuat kami sangat senang. Kami kembali berjingkrak-jingkrak. Red flare di tribun samping kanan kami menyala diikuti dengan letupan kembang api. Kami kembali bersemangat dan bernyanyi-nyanyi. Di akhir-akhir menjelang babak kedua kami kembali serius menyaksikan laga sambil berharap Arema kembali mencetak gol untuk menyamakan kedudukan. Sam Yuli yang awalnya bersemangat memimpin kami, saat itu lebih berkonsentrasi menyaksikan jalannya pertandingan. Sempat beberapa kali saya melihat dia menengadahkan tangan dan berdo’a. Meski dari jarak yang lumayan jauh, saya bisa melihat ketegangan dari sikapnya. Jujur saja, saya sangat mengidolakan Sam Yuli Soempil ini. Setiap kali melihat sam Yuli saya selalu menganggap bahwa dialah potret supporter yang sesungguhnya. Selalu berjuang dan rela berkorban untuk Arema, tim yang sangat dipujanya. Saya melihat betapa ikatan dirinya dengan Arema sangatlah kuat.
Dan sampai peluit panjang dibunyikan, skor tidak berubah. Arema harus takluk untuk pertama kalinya di kandang sendiri oleh Mutiara Hitam dan secara otomatis posisi mereka melorot ke posisi 4 digeser Persib dan Sriwijaya FC. Walau kecewa kami pulang dengan damai. Tidak ada celaan atau makian yang saya dengar ketika saya keluar stadion. Semuanya menerima kekalahan dengan fair. Memang, malam itu permainan Persipura lebih unggul daripada Arema.
Lalu, mengapa saya memilih judul diatas? Sejujurnya judul diatas adalah sebuah pertanyaan yang saya buat pada diri saya sendiri saat akan menonton partai Arema tadi malam. Sebuah pertanyaan pada diri saya apakah saya benar-benar mencintai sepakbola atau hanya gemar sedikit saja? Indikasinya tentu saja perasaan saat dan setelah menyaksikan pertandingan secara langsung tadi malam. Logikanya, jika seseorang benar-benar cinta sepakbola dia akan sangat senang berada di dalam stadion. Tentu saja itu tidak ditentukan hanya dengan satu pertandingan saja.
Lalu bagaimana dengan saya?
 Saya hanya ingin kembali datang ke stadion.
Selesai…
Rista Fitria Anggraini

0 komentar:

Posting Komentar