Pages

Sabtu, 06 April 2013

Bambang Pamungkas : Penyesalan yang Terlambat


Ditulis tanggal 5 April 2013
Senin, 1 April 2013 salah satu pesepakbola terbaik Indonesia Bambang Pamungkas secara resmi mengumumkan pengunduran dirinya dari skuad Tim Nasional Indonesia. Keputusan pengunduran diri tersebut ia tuangkan dalam website pribadinya www.bambangpamungkas20.com dengan sebuah tulisan 3 halaman berjudul “Saya Adalah Generasi yang Gagal”.
Sialnya, saya baru mengetahui hal itu hari Kamis kemarin. Mungkin saya terlambat, tapi keterlambatan saya tersebut sama sekali tidak mengurangi keterkejutan saya. Seorang Bambang Pamungkas mundur dari Tim Nasional Indonesia adalah satu hal yang tak pernah terlintas di benak saya sama sekali. Saya selalu beranggapan Bepe tidak akan berhenti untuk waktu sekarang. Ia akan terus bermain dan bermain untuk Tim Nasional, membela Merah Putih sampai pada saatnya Indonesia meraih juara, Bepe masih disana. Ia tak akan mundur sebelum waktu itu.

Ketika pulang dari warnet setelah membaca tulisan Bepe diatas perasaan saya tak karuan. Antara perasaan kaget, marah, sedih, kecewa, semuanya jadi satu. Air mata tiba-tiba keluar tanpa bisa saya cegah. Saya tidak pernah berpikir bahwa jersey bernama punggung “PAMUNGKAS” saat Piala AFF 2012 lalu itu menyiratkan pesan kemundurannya, dan jujur saja saya tidak terlalu memperhatikan saat Bepe memakainya.
Sampai saya menulis artikel ini, perasaan sedih ini belum hilang. Rasanya berat sekali menerima kenyataan bahwa kita tidak akan lagi melihat sosok kapten bernomor punggung 20 itu memakai seragam Merah Putih. Saat Bepe tidak dipanggil pelatih timnas atau hanya dibangku cadangkan saya masih bisa menerimanya karena masih ada kemungkinan Bepe kembali ke lapangan. Namun, keputusannya untuk berhenti berseragam Merah Putih membuat kemungkinan itu tak ada lagi.
Disini saya ingin berbicara dengan lantang bahwa Bambang Pamungkas adalah idola utama saya. Bepe adalah sosok yang selalu menjadi urutan pertama dalam segala inspirasi dan panutan dalam hidup saya. Teladan yang selalu saya banggakan dan elu-elukan. Sosok yang membuat saya bersyukur kepada Tuhan karena telah diberi kesempatan untuk mengenal dan mengaguminya. Sosok yang membantu saya mengerti sepakbola.
Saya tidak kenal siapa itu Ramang, saya tidak tahu sepak terjang Rochi Putiray atau Widodo C. Putro, dan saya juga tidak terlalu mengikuti kiprah Kurniawan Dwi Yulianto yang konon juga melegenda itu karena saat itu saya memang masih kecil atau malah belum lahir. Jadi hanya Bambang Pamungkas-lah yang saya tahu.
Dan pada kenyataannya, saya hanyalah seorang fans, hanya seorang penggemar. Apalah kekuatan seorang fans untuk mempengaruhi keputusan yang telah dibuat idolanya. Kapasitas fans hanya sampai batas mendukung. Ya, hanya mendukung atas apapun yang dilakukan idolanya tanpa dapat mengintervensi atau mempengaruhi keputusannya. Karena sejatinya, menjadi seorang fans adalah pilihan. Ketika kita memutuskan untuk mengidolakan tokoh tertentu, berarti kita sudah siap mendukung apapun yang tokoh tersebut lakukan. Tentu kita bisa berhenti mengidolakan tokoh tersebut jika apa yang ia lakukan tidak sesuai dengan yang kita harapkan atau tokoh tersebut membuat kita kecewa karena semua itu adalah bebas hak kita.
Dan saya, meskipun keputusan Bambang Pamungkas untuk menanggalkan jersey Merah Putih dan memilih untuk mendukung Timnas dari pinggir lapangan membuat saya sedih, namun saya tidak akan meninggalkannya atau berhenti mengidolakannya. Yang paling tahu diri kita adalah kita sendiri, begitu juga dengan Bepe. Keputusan tersebut pasti telah ia pikirkan dengan matang dan sebagai seorang fans yang baik maka kita harus menghormati keputusan itu meskipun keputusan tersebut terasa berat sekalipun.
Tiga belas tahun berseragam timnas dengan mencatatkan 96 caps penampilan dan 44 gol menjadi bukti kemampuan dan konsistensi Bepe dalam bersepakbola meskipun kita tidak menutup mata bahwa selama kurun waktu tersebut tidak ada piala yang mampir ke tanah air. Bepe dengan lantang menyebut dirinya generasi yang gagal. Tentu bukan hanya Bepe generasi yang gagal itu, namun semua komponen yang ada di sana selama kurun waktu tersebut, mengingat banyak faktor yang mempengaruhi kemenangan atau juga kegagalan dalam sepakbola.
Ada satu hal yang membuat saya lebih kecewa daripada mengetahui keputusan idola saya tersebut. Saat ini saya lebih kecewa pada diri saya sendiri. Ya, diri yang mendapati kenyataan belum pernah sekalipun menonton idolanya secara langsung di lapangan saat idola tersebut memutuskan untuk berhenti. Saya marah dan kecewa pada diri saya sendiri, mengapa saya belum sempat melihat Bepe berseragam Merah Putih secara langsung di lapangan saat ia memutuskan untuk menanggalkan jerseynya. Padahal, melihat aksi Bepe secara langsung dengan tim nasioanl adalah salah satu impian saya. Akankah hal ini tidak bisa terwujud? Kalau Bepe mau bermain sekali lagi saja untuk Timnas pasti saya akan datang ke Jakarta saat itu juga. Entahlah, mengaku mengidolakan seorang Legenda Merah Putih ini tapi tak pernah sekalipun melihat legenda  dengan jarak dekat membuat saya seperti seorang pengecut! Seorang pengecut yang hanya bisa melihat idolanya dari layar kaca, tidak berani untuk datang langsung melihatnya. Apakah waktu saya telah berakhir? Apakah kesempatan ini sudah tidak ada lagi?
Semuanya hanya tinggal penyesalan. Penyesalan yang dalam pada diri sendiri yang tidak bisa bahkan hanya menyaksikan idola yang konon sangat ia banggakan itu secara langsung dan hanya terdiam membisu saat akhirnya idola tersebut memutuskan untuk berhenti.
Terima kasih Kapten Bambang Pamungkas untuk dedikasi dan perjuangan untuk timnas Indonesia. Andaikan saja………………….
Rista Fitria Anggraini

0 komentar:

Posting Komentar