Pages

Sabtu, 24 November 2012

Japan Education Fair 2012 : Berani itu Banyak Manfaatnya

(29 September 2012)

    Ini baru pertama kalinya saya datang ke Surabaya hanya dengan seorang teman saya sekaligus kenekad-an saya yang kedua selama hidup ini. Hanya bedanya, kenekad-an kedua saya ini berakhir dengan sangat manis dan indah. Berbekal semangat, rasa ingin tahu yang tinggi, dan tekad untuk menjadi berani saya datang ke Surabaya untuk menghadiri “Japan Education Fair 2012” pameran tahunan yang dilaksanakan Kongsulat Jendral Jepang bekerjasama dengan JASSO dan Persada yang bertujuan untuk menarik minat pelajar Indonesia untuk melanjutkan studi di Negeri Sakura, Jepang.
Sepintas kelihatannya saya sangat berambisi sekali belajar di Jepang. Namun sejujurnya, hal itu hanya impian yang sampai saat ini masih semu, abstrak, tidak bisa digambarkan dengan jelas. Apalagi setelah menghadiri pameran itu, sekolah di Jepang terasa semakin tidak mungkin bagi saya dengan kemampuan yang saya miliki saat ini. Masih banyak sekali hal yang harus dilakukan dan diperjuangkan, masih banyak pengalaman dan ilmu yang harus digali dan dikuasai.
Tak bisa ditampik memang, Jepang memiliki banyak hal yang sangat menarik. Kemajuan teknologi yang berimbang dengan tradisi masyarakat yang mengakar kuat menjadi satu hal yang sangat menarik bagi saya karena Negara saya-pun juga memiliki banyak tradisi, lebih banyak malah namun kurang bisa me-manage sebagus Negara Jepang. Keteraturan dan kedisiplinan masyarakat Jepang  menjadi daya tarik selanjutnya, dimana segala hal berlangsung dengan teratur, terkontrol, dan dapat dikendalikan.
Saya dan teman saya Te ( @rhahma_tzalist ) berangkat dari Trenggalek ke stasiun Tulungagung sekitar pukul 03.30 pagi dan berangkat ke Surabaya pada pukul 6 pagi. Ini pertama kalinya saya naik kereta api, dan ternyata naik kereta api itu sangat menyenangkan disamping juga sangat terjangkau. Selama perjalanan saya menikmati pemandangan yang indah dari dalam kereta, yang hampir semuanya melewati sawah, perkebunan, jembatan, dan sungai.
Kami tiba di Surabaya ketika jarum jam menunjukkan pukul 10.30. Ini molor dari jadwal kereta yang seharusnya sampai pukul 10 pagi. Kami cepat-cepat naik angkutan kota menuju ke Sheraton Hotel karena acara sudah dimulai setengah jam yang lalu.
Kami menginjakkan kaki pada Sheraton Hotel yang megah. Saat pertama kali masuk ke Ball Room dan melihat satu per satu stan Universitas terkemuka di Jepang, rasa kagum sekaligus tidak percaya menyeruak di dada. Apakah ini nyata? Benarkah saya sekarang berada di sini? Pertanyaan- pertanyaan itu terus menyeruak dalam hati saya. Saya bisa melihat manusia-manusia Jepang tepat di depan mata saya, merasakan kecerdasan, visi yang tinggi, sekaligus semangat yang besar dalam jiwa mereka. Masing-masing perwakilan Universitas menjelaskan sekaligus mempromosikan Universitas mereka kepada para pengunjung yang sebagian besar terdiri dari mahasiswa, orang tua, dan siswa-siswi SMA.
Saya merasa seperti menjadi orang paling bodoh dalam ruangan ini. Hampir semua pengunjung fasih berbahasa Jepang maupun berbahasa Inggris. Mereka dapat berkomunikasi dengan mudah kepada orang-orang Jepang yang menunggu stan. Meski demikian, sebagian besar dari stan-stan tersebut menyertakan orang Indonesia, entah sekedar sebagai penerjemah atau memberi penjelasan dalam bahasa Indonesia.
Karena tidak mau datang sia-sia, kami-pun memberanikan diri untuk duduk di beberapa stan universitas dan bertanya sekadarnya di sana. Kami dapat berhadapan langsung dan berkomunikasi dengan orang-orang Jepang ini. Sungguh pengalaman yang luar biasa. Di stan Waseda University kami berhadapan langsung dengan orang Jepang dengan penerjemah di sampingnya. Ketika kami bertanya dengan bahasa Indonesia, penerjemah mengartikannya dengan bahasa Jepang yang kemudian di jawab dengan bahasa Jepang lalu diterjemahkan kembali kepada kami. Hahaha,  udah kaya orang penting aja rasanya. Pembicaraan berlangsung dengan lancar meski dengan dua bahasa yang berbeda.
Hal lain terjadi saat kami masuk ke stan APU (Asia Pacific University). Dalam stan ini, kami disambut dan diajak berbicara langsung dengan perwakilan Jepang di sana. Yang membuat saya kagum, Mas Jepang ini berusaha menjelaskan kepada kami dengan bahasa Inggris dicampur dengan bahasa Indonesia. Di APU, Mas Jepang tadi membawa sebuah majalah berbahasa Indonesia yang dibuat oleh mahasiswa APU di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa di sana ada sekitar seratus lebih mahasiswa asal Indonesia dan membentuk perkumpulan bernama APUIna. Berbeda dengan stan lain yang menggunakan bahasa Inggris atau bahasa Jepang, APU menggunakan bahasa Indonesia dalam buku pengenalnya sehingga saya yang notabene tidak pandai bahasa Inggris dapat mengerti dengan baik.
Orang-orang Jepang yang menjadi perwakilan stan kemarin sangat ramah dan menghargai. Saya sempat bingung dan ga pede saat harus berkomunikasi dengan bahasa Inggris, karena bahasa Inggris saya sangat jauh dari bagus. Namun, pada akhirnya komunikasi dapat berlangsung dengan baik karena orang-orang jepang tadi segera memahami inti dari apa yang saya tanyakan dan menjelaskannya, meskipun kalimat yang saya ucapkan terbata-bata. Sering saya bingung, ingin bertanya tentang ini tapi ga tau mengucapkannya bagaimana, dan orang Jepang tadi setia menunggu dan berusaha memahami se-sedikit apapun kalimat yang saya ucapkan. Saat berada di stan J.F Oberlin University sering saya tidak memahami pertanyaan yang di ucapkan wakil Jepang di sana, dan hebatnya wakil Jepang tadi berusaha mengartikan pertanyaan yang ia ajukan tadi dengan bahasa Indonesia sehingga saya dapat paham dan menjawabnya. Di Women College University seorang wanita Jepang kaget saat kami menceritakan berangkat dari Trenggalek pukul 4 pagi menempuh lima jam perjalanan untuk datang ke acara ini. Saking senangnya ngomong dengan orang Jepang, kami jadi lebih memilih stan yang banyak orang Jepangnya ketimbang orang Indonesianya, karena orang Indonesia di ruangan ini kebanyakan sombong dan judes, jadi saya malas. Saat pertama masuk, kami langsung mengunjungi stan Persada (Persatuan Alumni dari Indonesia) dengan harapan dapat menimba banyak pengalaman dari Alumnus Jepang, namun ternyata hal itu tidak sesuai harapan karena alumnus yang menjaga stan itu terkesan malas dan ogah-ogahan menjelaskan dan malah reunian sama sesama alumnus Jepang yang kebetulan duduk di samping saya.
Overall, apa yang saya alami kemarin adalah satu pengalaman yang sangat berharga. Berada dalam satu ruangan dengan orang-orang yang memiliki impian dan visi ke depan yang tinggi. Dari apa yang saya dapat kemarin saya menyadari satu hal bahwa apa yang saya miliki saat ini masih sangat tidak cukup untuk mencapai satu impian yang besar, maka dari itu saya harus belajar dan berusaha lebih giat lagi.
Saya dan Te keluar dari Sheraton Hotel pukul 04.00 sore setelah menyaksikan upacara minum teh dan melihat video alumnus Jepang dari berbagai Negara mengajak kita untuk belajar ke Jepang. Setelah mampir ke TP sebentar kami lalu memutuskan untuk pulang. Kami naik becak dari TP ke Stasiun Pasar Turi. Bodohnya, kami tidak tahu kalau stasiun Pasar Turi itu hanya untuk perjalanan dari Surabaya ke arah barat seperti Semarang, Bandung, dan Jakarta bukan ke arah timur, jadi kami harus kembali naik becak menuju stasiun Gubeng. Sialnya lagi, sesampainya di sana kereta api jurusan Surabaya-Tulungagung telah berangkat pukul 4 sore tadi, sehingga kami harus naik angkutan kota menuju Terminal Bratang kemudian naik bus kota menuju Terminal Bungurasih untuk dapat kembali pulang ke rumah. Dari Surabaya sampai Mojokerto kami harus berdiri karena bus yang kami tumpangi sudah penuh. Perjalanan pulang terasa melelahkan karena kami terpontang panting dari becak ke becak, dari stasiun ke stasiun, dari angkot ke angkot, dan dari terminal ke terminal namun semua lelah itu seperti tidak terasa karena luar biasanya hari ini. Kami tiba di Tulungagung pukul 12.30 malam dan segera mengambil motor yang saya parkir di depan Stasiun Tulungagung. Perjalanan pulang Tulungagung-Trenggalek sendiri tidak terasa lama dan pukul 01.30 kami tiba di Trenggalek dengan selamat.
Itulah pengalaman yang saya dapatkan hari Sabtu kemarin. Pengalaman yang sangat luar biasa dan mungkin akan selalu saya kenang sampai nanti. Intinya, jangan pernah takut untuk mencari pengalaman baru. Belajarlah menjadi anak yang pemberani. Sekarang kita bukanlah anak kecil lagi, sudah saatnya kita mencari arti hidup kita sendiri, mengukir sejarah dan prestasi sendiri. Sekarang sudah bukan saatnya lagi kita selalu bergantung pada orang tua, karena kita sudah tahu mana yang baik dan buruk, mana yang benar dan salah, serta mana yang perlu dilakukan dan tidak perlu dilakukan. Sebisa mungkin kita jangan sampai menyusahkan orang tua dan membuat mereka kecewa, karena mereka telah banyak berkorban untuk kita dari kita kecil dulu.
“Buatlah orang tua kita bangga dan mengakui kemampuan kita. Jangan meminta banyak, tapi berilah sebanyak-banyaknya pada mereka.” 
Selesaii…
Rista Fitria Anggraini

0 komentar:

Posting Komentar