Pages

Kamis, 18 Desember 2014

Memetik Pengalaman Indah di Yogyakarta

Ditulis tanggal 18 Desember 2014

Kontingen Brawijaya
Yogyakarta. Kota dimana satu setengah tahun lalu pernah menjadi tujuan mimpiku. Inginku meneruskan pendidikan tinggiku di kota itu. TPHP UGM. Jurusan yang kutulis pertama kali di form SNMPTN-ku. Jurusan yang selalu kudoakan setiap hari, waktu itu, agar aku bisa diterima di sana. Namun, Allah Yang Maha Mengetahui berkehendak lain. Aku tak diijinkan-Nya berada di sana. Seiring berjalannya waktu, ku memilih berdamai dengan takdir dan tak berpikir tentang kota dan jurusan itu lagi. Aku lebih memilih menikmati hidupku di sini, di kota Malang dan Universitas Brawijaya yang nyaman. Satu setengah tahun telah berlalu dan ku merasa tak ada yang perlu kusesali lebih dalam. THP FTP UB, lengkap dengan kuliah, praktikum, kepanitiaan serta teman-teman baru, sudah lebih dari cukup untukku.

Namun, siapa sangka. Seminggu yang lalu, tiba tiba aku sudah berada di UGM. Lebih spesifik lagi, kakiku sudah menapaki lantai gedung TPHP UGM. Lomba business plan yang bertajuk Foodpreneur Challenge 2014 telah mengantarkanku ke kota ini. Sebenarnya, aku tak berpikir proposal yang kubuat bersama teman-temanku dengan sederhana dan seadanya itu bisa lolos 15 besar dan katanya mengalahkan lebih dari 200an proposal yang masuk. Tapi, tak perlulah kita berdebat mengapa proposal itu bisa lolos. Yakin saja, ada orang  berkompeten yang menilai di sana, kalau lolos berarti proposal kita ya bagus. Dan tentu saja, ini adalah rencana Allah. Harus selalu bersyukur. Alhamdulillahh....

Bersama Wahyu Liz Adaideaja dan si Kuprit : Wirausahawan dan pembicara training
Baru pertama kali diundang untuk presentasi di luar UB, dan itu di UGM pula. Sungguh rizki dan karunia yang luar biasa. Bukan hanya aku, tapi ini juga pengalaman pertama rekan setimku, Virgin dan Syifa. Detik demi detik yang kulalui di kota yang masih kental dengan adat Jawa-nya ini terasa sangat menyenangkan. Apalagi saat aku bertemu dengan teman-teman baru. Kupikir, lomba ya hanya sebatas lomba. Datang – presentasi – pengumuman – pulang. Namun ternyata yang kudapatkan lebih dari itu. Tidak hanya pengalaman, tetapi teman baru juga kudapat. Kapan lagi bisa bertemu, berteman, dan jalan-jalan bareng sama anak-anak IPB. Ada Kak Asep, Nur, dan Azka yang sangat supel dan dengan cepat menjadi teman baik kami selama di Yogyakarta. Orang Malang dan Bogor, jalan-jalannya di Malioboro. Aseeekkk.....

Saat pengumuman, tim Kak Asep cs mendapat penilaian terbaik dari dewan juri (dan memang itu pantas banget). Ada juga dua tim dari UB yang masuk lima besar. Melihat orang-orang yang kukenal bisa masuk tahap selanjutnya, membuatku merasa beruntung. Timku sendiri hanya bisa berada di peringkat 6. Mungkin kata orang, ini miris banget dan sayang banget, tapi kalau aku sendiri, yang penting ga di bawah sendiri itu sudah cukup. Hehehe. Bukan pesimis, tapi pesertanya itu lhoo.... kece-kece bangeett. Sebagian besar dari mereka sudah menjalankan usahanya dan dapat diterima dengan baik di masyarakat. Kompetisi ini adalah gambaran kecil entrepreneur entrepreneur muda yang akan (atau sudah) ikut berkontribusi dalam membangun negeri ini. Sudah saatnya bangsa yang besar ini melahirkan wirausaha-wirausaha muda mandiri yang tidak hanya bergantung kepada pemerintah. Banyaknya wirausaha yang lahir di suatu negara, menunjukkan tingkat kemajuan negara tersebut. Semakin banyak, semakin maju, karena lapangan pekerjaan dan sumber sumber penghasilan tidak dicari, tetapi diciptakan dan dibuat. Senang sekali, bisa berada di tengah tengah generasi emas bangsa.

“Kadang, yang terpenting dari sebuah kehidupan bukanlah hasil akhir, akan tetapi bagaimana proses dan perjalanan menuju hasil akhir itu sendiri”

Laskar "Mbak TeLat" ^^  Syifa,  Rista, Virgin
Menjadi 15 besar peserta dan diundang ke UGM sudah menjadi sebuah prestasi sekaligus pemecahan rekor pribadi untukku. Meskipun di dalam hasil akhir (jika itu diukur dari masuk tidaknya kami ke 5 besar) tim kami kurang berhasil, akan tetapi aku menikmati semua proses dan perjalanan menuju ke sana. Juara bisa kapan saja, pasti ada waktu untuk aku memegang piala. Akan tetapi, nyeseknya ga dikasih dana fakultas, sedihnya diusir pas sedang sholat di Sidoarjo, enaknya bakpia patok yang beli langsung dari pabriknya, nikmatnya gudeg Jogja, dan senangnya menikmati keramaian jalanan Malioboro bersama Virgin, Syifa, Kak Asep, Nur, dan Azka belum tentu terulang lagi di masa masa mendatang.

“Maka, nikmat Tuhanmu yang mana yang kamu dustakan?”

Selesai..

Rista Fitria Anggraini J   

0 komentar:

Posting Komentar