Pages

Rabu, 22 Oktober 2014

Dengan Izin Allah, Apapun Bisa Dicapai

Ditulis tanggal 19 Oktober 2014

Sudah lama sekali rasanya saya tidak mengetukkan jari saya di keyboard laptop hanya untuk sekedar mengisi blog pribadi ini. Praktis, dua posting-an saya di bulan Agustus dan September hanya sebuah tulisan singkat yang saya buat dadakan, bahkan posting-an saya di bulan September hanya sebuah lirik lagu angkatan yang saya buat setelah menjadi panitia Orientasi Pengenalan Jurusan dan Himpunan (OPJH) dimana banyak suka duka yang terjadi di sana. Dua posting-an sebelumnya saya buat hanya untuk memenuhi janji kepada diri saya sendiri sejak dua bulan lalu dimana saya mengharuskan diri saya untuk mem-posting minimal satu tulisan tiap bulan ke dalam blog.
Rasanya, mencari-cari alasan untuk tidak menulis hanya akan membuang waktu belaka. Kenyatannya, semua orang pasti punya kesibukan. Banyak sekali mahasiswa yang harus berangkat pagi dan pulang malam karena tugas dan tanggung jawab yang harus mereka kerjakan. Akan tetapi setidaknya semua kesibukan itu tidak lantas membuat kita berhenti dan melupakan hobi ataupun passion kita. Tiket masuk, preparasi, sterilisasi, praktikum, pengamatan, destruksi dan laporan menjadi menu sehari-hari saya yang selalu menemani sepanjang semester sampai-sampai di jurusan saya muncul pepatah “Habis TM (Tiket Masuk), terbitlah laporan, selesai laporan, keluarlah TM”. Dengan hal tersebut yang bisa kita lakukan adalah tidak menunggu waktu luang, tetapi meluangkan waktu untuk sekedar corat-coret menambah angka postingan di blog.
     Di tengah tiket masuk dan laporan yang belum saya sentuh sedikitpun, pada kesempatan ini saya ingin bercerita tentang sebuah buku inspiratif yang baru saja selesai saya baca beberapa menit yang lalu. Sudah menjadi kebiasaan saya jika menemukan dan membaca buku bagus langsung menuliskannya, entah dalam bentuk resensi atau pesan kesan saya terhadap buku tersebut. Ciri-ciri saya menyukai sebuah buku dapat dilihat dari berapa lama saya menyelesaikan membacanya. Jika buku itu menarik, maka tidak perlu waktu lama untuk melahapnya langsung, berbeda halnya dengan buku yang kurang menarik dimana saya membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk menyelesaikannya atau bahkan ada beberapa buku yang tidak saya selesaikan membacanya karena bosan. Sampai saat ini hanya “Sang Pemimpi” dan “Cinta dalam Gelas” –nya Andrea Hirata, “Ranah 3 Warna” –nya Anwar Fuadi, “Menerjang Batas” karya mas Estu Ernesto, dan “Winter in Tokyo”-nya Ilana Tan saja yang bisa saya baca dalam waktu singkat. Dan hari ini tambah lagi satu buku yang hanya butuh 3 hari saja buat saya menyelesaikannya.
Judul buku itu adalah Reach the Sunrise Country : Believe, Pray, and Sincere. Buku ini sangat spesial karena untuk pertama kalinya saya membaca sebuah buku yang penulisnya adalah orang yang berada di sekitar saya. Iya, buku tersebut ditulis oleh kakak tingkat saya di jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Brawijaya yang hanya terpaut setahun diatas saya. Dari judulnya pasti kita semua tahu bahwa buku ini menceritakan tentang sebuah perjalanan ke negeri matahari terbit, Jepang. Hebatnya, ini bukanlah cerita fiksi tetapi ini diangkat dari cerita nyata yang dialami sendiri oleh penulisnya, mbak Annisa Ulfah Pristya atau nama penanya mbak Mumtaz Syahidah. Saat pertama melihat buku ini di akun facebook mbak Tya (begitu ia disapa di dalam bukunya), saya langsung tertarik dan ingin memilikinya. Selain karena penulisnya kakak tingkat saya, cerita tentang Jepang selalu membuat saya tertarik. Hebat sekali melihat seorang yang masih muda sudah bisa menginjakkan kaki di negeri sakura itu. Dan alhamdulillah, sehari sejak saya mengetahui buku itu, saya dipertemukan dengan mbak Tya langsung di acara Karomah di fakultas saya. Tanpa basa-basi saya pun segera memesannya dan keesokan harinya buku itu sudah berada di tangan saya lengkap dengan tanda tangan langsung dari penulisnya. Yeeeyy!!
Daripada disebut sebagai novel, menurut saya buku ini lebih tepat jika disebut sebagai sebuah pengalaman pribadi yang ditulis dan diceritakan apa adanya tanpa ditambahi atau dikurangi. Saat saya membaca buku ini, saya seperti sedang mendengar cerita perjalanan mbak Tya selama seminggu mengikuti konferensi 8th ICAST di Kumamoto Jepang dari mulut mbak Tya sendiri. Ceritanya mengalir ringan dengan menggunakan bahasa sehari-hari yang tidak rumit dan mudah dipahami. Selain itu, nama dan tempat yang ditulis di buku ini sangat familiar di mata saya (mungkin karena berada di kota dan kuliah di tempat yang sama) sehingga saya begitu menikmati membaca lembar demi lembar buku ini dan tanpa terasa sudah menyelesaikannya. Saat menginjakkan kaki di negeri-nya Shinji Kagawa itu, mbak Tya tengah berada di semester 3, sama seperti saya saat ini. Dengan berkaca pada diri saya sendiri yang bahkan sampai sekarang ke ibukota-pun belum pernah (hikss), apa yang dicapai mbak Tya patut diapresiasi dan diacungi jempol. Yang lebih hebat lagi, semua itu ia lakukan seorang diri. Mulai dari membuat karya ilmiah, mempersiapkan semua berkas sebelum ke Jepang, sampai berangkat ke Jepang-pun ia sendiri. Kalau tidak orang yang benar-benar memiliki tekad kuat dan impian yang jelas, rasanya sangat sulit melewati semua itu.
Mbak Tya adalah salah satu contoh yang mengajarkan kepada kita bahwa dengan izin Allah, Tuhan yang Maha Kuasa, apapun bisa terjadi. Saya ingin mengutip kalimat pertama yang tertulis di dalam prolog buku ini yaitu “Jangan pernah takut untuk bermimpi dan menuliskannya , apalagi berfikir tidak akan mungkin tercapai. Karena ketika kita menuliskan mimpi itu, maka saat itu juga mimpi itu terbang di masa depan, mempersiapkan segala kebutuhan kita untuk mencapainya. Hingga tiba saatnya... maka kita akan menyusulnya. Itulah hari disaat mimpi yang dinanti menjadi kenyataan. Persoalan cepat tidaknya mimpi itu terwujud, tergantung seberapa cepat langkah kita menyusul mimpi yang kita tuliskan itu. Tergantung seberapa sungguh-sungguh kita mengerjakannya.”
Sebuah kalimat yang menyadarkan dan membuka hati kita semua untuk jangan pernah takut dan berhenti untuk bermimpi, karena tanpa mimpi hidup kita tidak memiliki arah dan tujuan. Tanpa mimpi, tidak ada yang bisa kita capai dan perjuangkan. Maka, saya-pun juga bermimpi ingin seperti mbak Tya. Bisa menginjakkan kaki saya di negeri impian, yang kebetulan sama juga dengan mbak Tya yaitu di negeri Jepang. Mungkin saya tidak sehebat Mbak Tya yang pengalaman dan prestasinya sudah segudang, yang sudah mengikuti banyak kompetisi sejak masih di bangku SMA. Sekarang ini, saya mengibaratkan diri saya seperti sebuah lumut, makhluk hidup perintis yang pertama kali tumbuh setelah terjadi bencana alam dan kerusakan. Saya baru akan memulai segala sesuatunya dari titik awal. Saya selalu berusaha menjaga diri saya agar tidak pernah berfikir ingin menjadi lebih dari orang lain, siapapun itu. Saya hanya ingin menjadi diri saya sendiri dan dengan segala kelebihan dan kekurangan yang saya miliki, saya bisa berada di level orang-orang yang menginspirasi saya. Saya juga ingin menginjakkan kaki di Jepang seperti Mbak Tya, ingin membuktikan sendiri apakah benar mencari tempat sholat dan makanan halal sangat sulit di sana seperti kata mbak Tya? Jika setelah sampai Jepang Mbak Tya gemar berburu Ocha asli Jepang yang meskipun katanya pahit tetap diminum kalau saya karena penggemar sepakbola setelah sampai Jepang pasti akan langsung pergi ke stadion sepakbola di Jepang, menonton J. League, dan membeli jersey klub atau tim nasional Jepang. Kalau mbak Tya senang berfoto dengan orang Jepang di atas salju, saya lebih senang lagi kalau bisa berfoto dengan suppoter bola Jepang yang terkenal fanatik tapi santun itu saat bersama-sama menonton di stadion. Hehehe. Wah..membayangkan saja rasanya sudah sangat senang. :D
Sebuah pelajaran berharga yang saya dapatkan dari buku terbitan Meta Kata Malang ini adalah ada satu hal yang bisa kita terapkan untuk mencapai impian-impian kita. Orang mendapatkan impiannya dengan cara masing-masing. Ada yang mencapai impian karena bakatnya yang luar biasa, ada yang karena kejeniusannya, ada pula yang karena penampilannya. Akan tetapi ada satu lagi cara orang memperoleh mimpinya yang selama ini kurang kita perhatikan tetapi sangat penting, yaitu dengan selalu berdo’a kepada Allah, banyak membantu orang lain, dan selalu berusaha keras serta bersungguh sungguh terhadap semua kesempatan yang datang. Orang-orang yang sudah lebih dahulu menapakkan kakinya di Jepang yang diceritakan Mbak Tya di dalam bukunya sebagian besar adalah orang-orang yang taat beribadah, baik hati, dan senang menolong orang lain. Saya sadar saya tidak memiliki bakat alami yang luar biasa. Saya juga tidak jenius dan penampilan saya biasa-biasa saja. Mungkin jika hanya mengandalkan bakat, kejeniusan, atau penampilan saja sulit rasanya untuk menggapai impian saya. Namun, saya bisa terus berdo’a kepada Allah, meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, percaya bahwa ada Yang Maha Besar dan Yang Maha Kuasa yang akan memeluk dan mengabulkan mimpi-mimpi kita. Saya juga bisa selalu berusaha dan bersungguh-sungguh terhadap semua kesempatan yang datang dan saya juga bisa selalu berusaha memberikan manfaat untuk orang lain. Mungkin saat ini ketiga hal itu masih sangat kurang pada diri saya, akan tetapi semua itu bisa dilatih dan dibiasakan. Saya sangat yakin, berbekal keimanan yang kuat, usaha yang hebat, serta kemauan untuk selalu bermanfaat bagi orang lain, tanpa memiliki bakat yang luar biasa, kejeniusan, ataupun penampilan yang menarik-pun kita bisa mencapai apapun yang kita inginkan di hidup ini. Amiinn... yarobbal’alamiiinn...
Saya termasuk orang yang percaya bahwa tidak ada yang kebetulan di dunia ini, termasuk siapa orang tua kita, keluarga kita, teman-teman kita, atau bahkan siapa orang yang kita sukai. Semuanya telah diatur oleh Allah dan bisa jadi hal itu menentukan apa yang selanjutnya terjadi pada hidup kita. Termasuk saat saya menemukan buku ini dan diizinkan untuk membacanya. Jika Allah menghendaki saya berhasil menemukan pelajaran dan inspirasi dari cerita yang saya baca di buku ini, maka saya berfikir bahwa Allah mengharapkan saya untuk tidak hanya terinspirasi lantas tidak melakukan apa-apa tetapi melakukan sesuatu untuk menempa dan mempersiapkan diri menjadi lebih baik agar Allah bisa memberikan apa yang saya inginkan pada waktu dan tempat yang tepat di masa depan. Bisa tidaknya impian itu terwujud, cepat lambatnya harapan itu tercapai, tentu semua itu tergantung seberapa kuat tekad dan usaha saya. Pertanyaannya adalah apakah dengan semua anugerah yang telah diberikan Allah kepada saya, saya mampu untuk menjawab harapan-Nya dan menjadi hamba Allah yang pantas menerima berkah dan karunia-Nya? Menarik untuk kita saksikan bersama-sama.
Selesai.

Rista Fitria Anggraini J  

4 komentar:

Andini Aviota mengatakan...

tante dosse, sekarang tulisannya mulai bagus. :) bikin orang yg baca mau baca sampe akhir tulisan. cemungutt eahh :)) kiss kiss cantik dari sitha

Rista Fitria Anggraini mengatakan...

wahhh... utiii.... makasiih yaa utii.... kiss kiss back, mmuach :* :D :D

Rista Fitria Anggraini mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Unknown mengatakan...

ada buku lagi yang belum dibaca lhoh...
coba tanya ke mbk tya,, judulnya "sandiwara langit"
saya merekomendasikan baca

Posting Komentar