Pages

Sabtu, 12 Januari 2013

Kepada Siapa Lagi Kita Berharap?

 (ditulis tanggal 15 December 2012)

 
Masyarakat sepakbola tanah air patut mengelus dada dan mengucap syukur. Pasalnya, FIFA tidak jadi memberi sanksi kepada Indonesia terkait kasus dualisme kepengurusan dan dualisme kompetisi yang selama dua tahun terakhir ini terus menghiasi persepakbolaan tanah air. Dalam rapat komite eksekutif FIFA yang digelar di Tokyo Jepang kemarin, FIFA urung memberi sanksi kepada Indonesia dengan alasan mereka melihat sinyal positif dari PSSI untuk menyelesaikan konflik dan memilih menyerahkan masalah ini kepada AFC.
Keputusan ini membuat sebagian masyarakat lega karena kekhawatiran melihat negara ini dikucilkan dari pentas sepakbola internasional tidak menjadi kenyataan sedangkan Tim Nasional dapat kembali fokus mempersiapkan diri menghadapi kualifikasi Piala Asia yang akan digelar Februari mendatang. Namun jika kita mau melihat dari sudut pandang lain, keputusan FIFA untuk tidak memberi sanksi dan kembali memberikan tenggang waktu pada PSSI seakan memberikan sinyal kepada kita semua bahwa episode dualisme ini akan tetap berlanjut.
Mengapa demikian? Sejujurnya, keputusan FIFA untuk tidak memberi sanksi kepada Indonesia dengan alasan ada tanda-tanda positif menuju kesatuan membuat saya bingung dan bertanya-tanya. Tanda-tanda positif? Tanda-tanda positif apa yang FIFA lihat? Jelas-jelas di depan mata PT. Liga Indonesia dengan segala kepercayaan dirinya baru saja mengumumkan bergulirnya Liga Super Indonesia musim depan, sedangkan di kubu IPL terdengar kabar bahwa mereka mendapatkan tawaran sponsor dengan nilai yang konon menyentuh angka 190 miliar rupiah dari salah satu perusahaan asal Amerika Serikat untuk menyokong kompetisi. Dua gambaran diatas saya rasa cukup jelas bagi kita semua bahwa dualisme di negeri kita tercinta ini sama sekali TIDAK ada tanda akan berakhir. Dengan dua hal diatas, bisa dipastikan kalau Indonesia tetap akan mempunyai dua kompetisi tertinggi musim depan.
Keputusan FIFA seakan-akan membuat dua kubu itu menepuk dada dan kembali meneruskan duelnya, bertarung untuk menjadi yang “terbaik” dan “terhebat” di tengah hausnya masyarakat Indonesia akan prestasi sepakbolanya. Sikap tidak tegas yang ditunjukkan FIFA hanya akan mengulur-ulur masalah dan membuat masalah berlarut-larut. Rasanya, sudah cukup banyak toleransi yang diberikan FIFA kepada Indonesia. Dua tahun. Dua tahun tontonan pertikaian ini mengisi panggung sepakbola nasional, membuat sepakbola Indonesia linglung tak tentu arah dan hampir sekarat. Kegagalan demi kegagalan menghinggapi Tim Nasional, peringkat FIFA terus menurun. Di tingkat klub, masalah klise seperti tunggakan gaji pemain yang sampai berbulan-bulan menjadi berita yang tidak asing di telinga kita, bahkan telah memakan korban. Sepakbola Indonesia sudah separah ini, mengapa FIFA masih menutup mata dan malah melempar tanggung jawab?
Banned FIFA mungkin akan menjadi sejarah buruk dalam sepakbola Indonesia, namun tidak disanksi dengan keadaan sekarang ini, sama saja dengan bohong. Banned mungkin cuma 1-2 tahun, setelah itu mungkin saja kita dapat memiliki organisasi sepakbola yang benar, itupun masih “mungkin”. Mungkin negeri ini akan malu dengan sanksi itu, tapi sikap pengurus saat ini yang merasa paling benar dan tidak mau mengalah bukankah lebih memalukan?
Akan selalu ada sanksi apabila seseorang atau sebuah anggota tidak mematuhi peraturan yang dibuat organisasi diatasnya. Bukankah itu hal yang wajar dan sejatinya harus dilaksanakan? Peraturan dibuat dengan diiringi hukuman atau sanksi sebagai konsekuensi jika peraturan tersebut suatu saat dianggar. Adanya sanksi juga memberikan bobot pada peraturan itu sendiri, sejauh mana peraturan itu ditegakkan. Dengan toleransi-toleransi yang terus saja diberikan FIFA kepada kita, pertanyaan besar muncul di benak kita bersama, seberapa besar tanggung jawab dan keseriusan FIFA dalam menangani masalah ini?
Pemerintah-pun yang sebenarnya memiliki wewenang dalam pembenahan kisruh ini, tidak bisa berbuat banyak. Berbagai macam komite yang dibentuk pemerintah untuk menjembatani perbedaan diantara mereka nyatanya tak membuat kedua kubu bereaksi. Yang terbaru adalah dibentuknya satgas pimpinan Rita Subowo oleh Menpora sementara Agung Laksono. Kita lihat saja apakah satgas ini mampu berbuat banyak atau bernasib sama seperti pendahulunya, hanya seperti cubitan kecil yang sama sekali tidak mempengaruhi kekuhuan sikap mereka. 
Saya kok jadi pesimis dan khawatir dengan kelanjutan olahraga yang paling digemari masyarakat ini. Kalau pemerintah-pun sudah tidak berdaya dan FIFA terkesan tutup mata dan lempar tanggung jawab, lalu siapa lagi yang akan membenahi sepakbola negeri ini? Kalau dua lembaga yang berpengaruh besar itu tidak bisa menghentikan berangasnya PSSI dan KPSI menggerogoti sendi persatuan dan kemurnian sepakbola, lalu kepada siapa lagi kita berharap?
Ahhh, betapa negeri ini sungguh rumit. Hanya masalah sepakbola saja yang notabene hanya permainan dan hiburan, semua orang dibuat marah. Sepakbola yang notabene bagian kecil dari banyaknya bidang di negeri ini dan hanya berfungsi sebagai permainan dan olahraga saja, dijadikan media berpolitik dan sarana mengeruk kekayaan dari para penguasa, bagaimana dengan bidang lain yang jauh lebih menjanjikan?
Semoga mukjizat Tuhan menghampiri persepakbolaan tanah air, entah dengan cara apapun hati mereka disadarkan. Bukan untuk mereka, tapi untuk pemain, pelatih, official, supporter dan seluruh insan sepakbola Indonesia yang pengorbanan dan ketulusan hati mereka mencintai olahraga ini terlalu KEJAM jika dibalas dengan sandiwara politik ini.
 Selesai….
Rista Fitria Anggraini

Ps : saya di e-mail pihak BOLA katanya tulisan ini berhasil di publish di edisi 20 Desember 2012. :D sayang smpe skrg blum bisa mastikan sendiri, karena edisi itu disini udah ga ada :((

2 komentar:

Hedi mengatakan...

FIFA akan mengambil keputusan berdasarkan informasi yg dia terima, termasuk misalnya lobi. Selama itu ga cukup utk sanksi, ya Indonesia aman.

Rista Fitria Anggraini mengatakan...

melihat kondisi sepakbola Indonesia saat ini, apakah itu belum ckup untuk memberi sanksi mas? nampaknya peringatan dan ultimatum aja tidak cukp buat mereka..

Posting Komentar