(29 September 2012)
Ini baru pertama kalinya saya
datang ke Surabaya hanya dengan seorang teman saya sekaligus kenekad-an saya
yang kedua selama hidup ini. Hanya bedanya, kenekad-an kedua saya ini berakhir
dengan sangat manis dan indah. Berbekal semangat, rasa ingin tahu yang tinggi,
dan tekad untuk menjadi berani saya datang ke Surabaya untuk menghadiri “Japan
Education Fair 2012” pameran tahunan yang dilaksanakan Kongsulat Jendral Jepang
bekerjasama dengan JASSO dan Persada yang bertujuan untuk menarik minat pelajar
Indonesia untuk melanjutkan studi di Negeri Sakura, Jepang.
Sepintas kelihatannya saya
sangat berambisi sekali belajar di Jepang. Namun sejujurnya, hal itu hanya
impian yang sampai saat ini masih semu, abstrak, tidak bisa digambarkan dengan
jelas. Apalagi setelah menghadiri pameran itu, sekolah di Jepang terasa semakin
tidak mungkin bagi saya dengan kemampuan yang saya miliki saat ini. Masih
banyak sekali hal yang harus dilakukan dan diperjuangkan, masih banyak
pengalaman dan ilmu yang harus digali dan dikuasai.
Tak bisa ditampik memang,
Jepang memiliki banyak hal yang sangat menarik. Kemajuan teknologi yang
berimbang dengan tradisi masyarakat yang mengakar kuat menjadi satu hal yang
sangat menarik bagi saya karena Negara saya-pun juga memiliki banyak tradisi,
lebih banyak malah namun kurang bisa me-manage sebagus Negara Jepang.
Keteraturan dan kedisiplinan masyarakat Jepang menjadi daya tarik
selanjutnya, dimana segala hal berlangsung dengan teratur, terkontrol, dan
dapat dikendalikan.
Saya dan teman saya Te (
@rhahma_tzalist ) berangkat dari Trenggalek ke stasiun Tulungagung sekitar
pukul 03.30 pagi dan berangkat ke Surabaya pada pukul 6 pagi. Ini pertama
kalinya saya naik kereta api, dan ternyata naik kereta api itu sangat
menyenangkan disamping juga sangat terjangkau. Selama perjalanan saya menikmati
pemandangan yang indah dari dalam kereta, yang hampir semuanya melewati sawah,
perkebunan, jembatan, dan sungai.
Kami tiba di Surabaya ketika
jarum jam menunjukkan pukul 10.30. Ini molor dari jadwal kereta yang seharusnya
sampai pukul 10 pagi. Kami cepat-cepat naik angkutan kota menuju ke Sheraton
Hotel karena acara sudah dimulai setengah jam yang lalu.
Kami menginjakkan kaki pada
Sheraton Hotel yang megah. Saat pertama kali masuk ke Ball Room dan melihat
satu per satu stan Universitas terkemuka di Jepang, rasa kagum sekaligus tidak
percaya menyeruak di dada. Apakah ini nyata? Benarkah saya sekarang berada di
sini? Pertanyaan- pertanyaan itu terus menyeruak dalam hati saya. Saya bisa
melihat manusia-manusia Jepang tepat di depan mata saya, merasakan kecerdasan,
visi yang tinggi, sekaligus semangat yang besar dalam jiwa mereka.
Masing-masing perwakilan Universitas menjelaskan sekaligus mempromosikan
Universitas mereka kepada para pengunjung yang sebagian besar terdiri dari
mahasiswa, orang tua, dan siswa-siswi SMA.
Saya merasa seperti menjadi
orang paling bodoh dalam ruangan ini. Hampir semua pengunjung fasih berbahasa
Jepang maupun berbahasa Inggris. Mereka dapat berkomunikasi dengan mudah kepada
orang-orang Jepang yang menunggu stan. Meski demikian, sebagian besar dari
stan-stan tersebut menyertakan orang Indonesia, entah sekedar sebagai
penerjemah atau memberi penjelasan dalam bahasa Indonesia.
Karena tidak mau datang
sia-sia, kami-pun memberanikan diri untuk duduk di beberapa stan universitas
dan bertanya sekadarnya di sana. Kami dapat berhadapan langsung dan
berkomunikasi dengan orang-orang Jepang ini. Sungguh pengalaman yang luar
biasa. Di stan Waseda University kami berhadapan langsung dengan orang Jepang
dengan penerjemah di sampingnya. Ketika kami bertanya dengan bahasa Indonesia,
penerjemah mengartikannya dengan bahasa Jepang yang kemudian di jawab dengan
bahasa Jepang lalu diterjemahkan kembali kepada kami. Hahaha, udah kaya
orang penting aja rasanya. Pembicaraan berlangsung dengan lancar meski dengan
dua bahasa yang berbeda.
Hal lain terjadi saat kami
masuk ke stan APU (Asia Pacific University). Dalam stan ini, kami disambut dan
diajak berbicara langsung dengan perwakilan Jepang di sana. Yang membuat saya
kagum, Mas Jepang ini berusaha menjelaskan kepada kami dengan bahasa
Inggris dicampur dengan bahasa Indonesia. Di APU, Mas Jepang tadi
membawa sebuah majalah berbahasa Indonesia yang dibuat oleh mahasiswa APU di
Indonesia. Ia menjelaskan bahwa di sana ada sekitar seratus lebih mahasiswa
asal Indonesia dan membentuk perkumpulan bernama APUIna. Berbeda dengan stan
lain yang menggunakan bahasa Inggris atau bahasa Jepang, APU menggunakan bahasa
Indonesia dalam buku pengenalnya sehingga saya yang notabene tidak pandai
bahasa Inggris dapat mengerti dengan baik.
Orang-orang Jepang yang
menjadi perwakilan stan kemarin sangat ramah dan menghargai. Saya sempat
bingung dan ga pede saat harus berkomunikasi dengan bahasa Inggris, karena
bahasa Inggris saya sangat jauh dari bagus. Namun, pada akhirnya komunikasi
dapat berlangsung dengan baik karena orang-orang jepang tadi segera memahami
inti dari apa yang saya tanyakan dan menjelaskannya, meskipun kalimat yang saya
ucapkan terbata-bata. Sering saya bingung, ingin bertanya tentang ini tapi ga
tau mengucapkannya bagaimana, dan orang Jepang tadi setia menunggu dan berusaha
memahami se-sedikit apapun kalimat yang saya ucapkan. Saat berada di stan J.F
Oberlin University sering saya tidak memahami pertanyaan yang di ucapkan wakil
Jepang di sana, dan hebatnya wakil Jepang tadi berusaha mengartikan pertanyaan
yang ia ajukan tadi dengan bahasa Indonesia sehingga saya dapat paham dan
menjawabnya. Di Women College University seorang wanita Jepang kaget saat kami
menceritakan berangkat dari Trenggalek pukul 4 pagi menempuh lima jam
perjalanan untuk datang ke acara ini. Saking senangnya ngomong dengan orang
Jepang, kami jadi lebih memilih stan yang banyak orang Jepangnya ketimbang
orang Indonesianya, karena orang Indonesia di ruangan ini kebanyakan sombong
dan judes, jadi saya malas. Saat pertama masuk, kami langsung mengunjungi stan
Persada (Persatuan Alumni dari Indonesia) dengan harapan dapat menimba banyak
pengalaman dari Alumnus Jepang, namun ternyata hal itu tidak sesuai harapan
karena alumnus yang menjaga stan itu terkesan malas dan ogah-ogahan menjelaskan
dan malah reunian sama sesama alumnus Jepang yang kebetulan duduk di samping
saya.
Overall, apa yang saya alami
kemarin adalah satu pengalaman yang sangat berharga. Berada dalam satu ruangan
dengan orang-orang yang memiliki impian dan visi ke depan yang tinggi. Dari apa
yang saya dapat kemarin saya menyadari satu hal bahwa apa yang saya miliki saat
ini masih sangat tidak cukup untuk mencapai satu impian yang besar, maka dari
itu saya harus belajar dan berusaha lebih giat lagi.
Saya dan Te keluar dari
Sheraton Hotel pukul 04.00 sore setelah menyaksikan upacara minum teh dan
melihat video alumnus Jepang dari berbagai Negara mengajak kita untuk belajar
ke Jepang. Setelah mampir ke TP sebentar kami lalu memutuskan untuk pulang.
Kami naik becak dari TP ke Stasiun Pasar Turi. Bodohnya, kami tidak tahu kalau
stasiun Pasar Turi itu hanya untuk perjalanan dari Surabaya ke arah barat
seperti Semarang, Bandung, dan Jakarta bukan ke arah timur, jadi kami harus
kembali naik becak menuju stasiun Gubeng. Sialnya lagi, sesampainya di sana
kereta api jurusan Surabaya-Tulungagung telah berangkat pukul 4 sore tadi,
sehingga kami harus naik angkutan kota menuju Terminal Bratang kemudian naik
bus kota menuju Terminal Bungurasih untuk dapat kembali pulang ke rumah. Dari
Surabaya sampai Mojokerto kami harus berdiri karena bus yang kami tumpangi
sudah penuh. Perjalanan pulang terasa melelahkan karena kami terpontang panting
dari becak ke becak, dari stasiun ke stasiun, dari angkot ke angkot, dan dari
terminal ke terminal namun semua lelah itu seperti tidak terasa karena luar
biasanya hari ini. Kami tiba di Tulungagung pukul 12.30 malam dan segera
mengambil motor yang saya parkir di depan Stasiun Tulungagung. Perjalanan
pulang Tulungagung-Trenggalek sendiri tidak terasa lama dan pukul 01.30 kami
tiba di Trenggalek dengan selamat.
Itulah pengalaman yang saya
dapatkan hari Sabtu kemarin. Pengalaman yang sangat luar biasa dan mungkin akan
selalu saya kenang sampai nanti. Intinya, jangan pernah takut untuk mencari
pengalaman baru. Belajarlah menjadi anak yang pemberani. Sekarang kita bukanlah
anak kecil lagi, sudah saatnya kita mencari arti hidup kita sendiri, mengukir
sejarah dan prestasi sendiri. Sekarang sudah bukan saatnya lagi kita selalu
bergantung pada orang tua, karena kita sudah tahu mana yang baik dan buruk,
mana yang benar dan salah, serta mana yang perlu dilakukan dan tidak perlu
dilakukan. Sebisa mungkin kita jangan sampai menyusahkan orang tua dan membuat
mereka kecewa, karena mereka telah banyak berkorban untuk kita dari kita kecil
dulu.
“Buatlah orang tua kita
bangga dan mengakui kemampuan kita. Jangan meminta banyak, tapi berilah
sebanyak-banyaknya pada mereka.”
Selesaii…
Rista Fitria Anggraini
0 komentar:
Posting Komentar