Ditulis tanggal
19 Oktober 2014
Sudah lama sekali
rasanya saya tidak mengetukkan jari saya di keyboard
laptop hanya untuk sekedar mengisi blog pribadi ini. Praktis, dua posting-an saya di bulan Agustus dan
September hanya sebuah tulisan singkat yang saya buat dadakan, bahkan posting-an saya di bulan September hanya
sebuah lirik lagu angkatan yang saya buat setelah menjadi panitia Orientasi
Pengenalan Jurusan dan Himpunan (OPJH) dimana banyak suka duka yang terjadi di
sana. Dua posting-an sebelumnya saya
buat hanya untuk memenuhi janji kepada diri saya sendiri sejak dua bulan lalu
dimana saya mengharuskan diri saya untuk mem-posting minimal satu tulisan tiap bulan ke dalam blog.
Rasanya,
mencari-cari alasan untuk tidak menulis hanya akan membuang waktu belaka.
Kenyatannya, semua orang pasti punya kesibukan. Banyak sekali mahasiswa yang
harus berangkat pagi dan pulang malam karena tugas dan tanggung jawab yang
harus mereka kerjakan. Akan tetapi setidaknya semua kesibukan itu tidak lantas membuat
kita berhenti dan melupakan hobi ataupun passion
kita. Tiket masuk, preparasi, sterilisasi, praktikum, pengamatan, destruksi
dan laporan menjadi menu sehari-hari saya yang selalu menemani sepanjang
semester sampai-sampai di jurusan saya muncul pepatah “Habis TM (Tiket Masuk),
terbitlah laporan, selesai laporan, keluarlah TM”. Dengan hal tersebut yang
bisa kita lakukan adalah tidak menunggu waktu luang, tetapi meluangkan waktu
untuk sekedar corat-coret menambah angka postingan
di blog.
Judul buku itu
adalah Reach the Sunrise Country :
Believe, Pray, and Sincere. Buku ini sangat spesial karena untuk
pertama kalinya saya membaca sebuah buku yang penulisnya adalah orang yang
berada di sekitar saya. Iya, buku tersebut ditulis oleh kakak tingkat saya di
jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Brawijaya yang hanya terpaut setahun
diatas saya. Dari judulnya pasti kita semua tahu bahwa buku ini menceritakan
tentang sebuah perjalanan ke negeri matahari terbit, Jepang. Hebatnya, ini
bukanlah cerita fiksi tetapi ini diangkat dari cerita nyata yang dialami
sendiri oleh penulisnya, mbak Annisa Ulfah Pristya atau nama penanya mbak
Mumtaz Syahidah. Saat pertama melihat buku ini di akun facebook mbak Tya
(begitu ia disapa di dalam bukunya), saya langsung tertarik dan ingin
memilikinya. Selain karena penulisnya kakak tingkat saya, cerita tentang Jepang
selalu membuat saya tertarik. Hebat sekali melihat seorang yang masih muda
sudah bisa menginjakkan kaki di negeri sakura itu. Dan alhamdulillah, sehari sejak saya mengetahui buku itu, saya
dipertemukan dengan mbak Tya langsung di acara Karomah di fakultas saya. Tanpa
basa-basi saya pun segera memesannya dan keesokan harinya buku itu sudah berada
di tangan saya lengkap dengan tanda tangan langsung dari penulisnya. Yeeeyy!!
Daripada disebut
sebagai novel, menurut saya buku ini lebih tepat jika disebut sebagai sebuah
pengalaman pribadi yang ditulis dan diceritakan apa adanya tanpa ditambahi atau
dikurangi. Saat saya membaca buku ini, saya seperti sedang mendengar cerita
perjalanan mbak Tya selama seminggu mengikuti konferensi 8th ICAST
di Kumamoto Jepang dari mulut mbak Tya sendiri. Ceritanya mengalir ringan
dengan menggunakan bahasa sehari-hari yang tidak rumit dan mudah dipahami.
Selain itu, nama dan tempat yang ditulis di buku ini sangat familiar di mata
saya (mungkin karena berada di kota dan kuliah di tempat yang sama) sehingga
saya begitu menikmati membaca lembar demi lembar buku ini dan tanpa terasa
sudah menyelesaikannya. Saat menginjakkan kaki di negeri-nya Shinji Kagawa itu,
mbak Tya tengah berada di semester 3, sama seperti saya saat ini. Dengan
berkaca pada diri saya sendiri yang bahkan sampai sekarang ke ibukota-pun belum
pernah (hikss), apa yang dicapai mbak
Tya patut diapresiasi dan diacungi jempol. Yang lebih hebat lagi, semua itu ia
lakukan seorang diri. Mulai dari membuat karya ilmiah, mempersiapkan semua
berkas sebelum ke Jepang, sampai berangkat ke Jepang-pun ia sendiri. Kalau
tidak orang yang benar-benar memiliki tekad kuat dan impian yang jelas, rasanya
sangat sulit melewati semua itu.
Mbak Tya adalah
salah satu contoh yang mengajarkan kepada kita bahwa dengan izin Allah, Tuhan
yang Maha Kuasa, apapun bisa terjadi. Saya ingin mengutip kalimat pertama yang
tertulis di dalam prolog buku ini yaitu “Jangan
pernah takut untuk bermimpi dan menuliskannya , apalagi berfikir tidak akan
mungkin tercapai. Karena ketika kita menuliskan mimpi itu, maka saat itu juga
mimpi itu terbang di masa depan, mempersiapkan segala kebutuhan kita untuk
mencapainya. Hingga tiba saatnya... maka kita akan menyusulnya. Itulah hari
disaat mimpi yang dinanti menjadi kenyataan. Persoalan cepat tidaknya mimpi itu
terwujud, tergantung seberapa cepat langkah kita menyusul mimpi yang kita
tuliskan itu. Tergantung seberapa sungguh-sungguh kita mengerjakannya.”
Sebuah kalimat yang
menyadarkan dan membuka hati kita semua untuk jangan pernah takut dan berhenti
untuk bermimpi, karena tanpa mimpi hidup kita tidak memiliki arah dan tujuan.
Tanpa mimpi, tidak ada yang bisa kita capai dan perjuangkan. Maka, saya-pun
juga bermimpi ingin seperti mbak Tya. Bisa menginjakkan kaki saya di negeri
impian, yang kebetulan sama juga dengan mbak Tya yaitu di negeri Jepang. Mungkin
saya tidak sehebat Mbak Tya yang pengalaman dan prestasinya sudah segudang,
yang sudah mengikuti banyak kompetisi sejak masih di bangku SMA. Sekarang ini,
saya mengibaratkan diri saya seperti sebuah lumut, makhluk hidup perintis yang
pertama kali tumbuh setelah terjadi bencana alam dan kerusakan. Saya baru akan
memulai segala sesuatunya dari titik awal. Saya selalu berusaha menjaga diri
saya agar tidak pernah berfikir ingin menjadi lebih dari orang lain, siapapun
itu. Saya hanya ingin menjadi diri saya sendiri dan dengan segala kelebihan dan
kekurangan yang saya miliki, saya bisa berada di level orang-orang yang
menginspirasi saya. Saya juga ingin menginjakkan kaki di Jepang seperti Mbak
Tya, ingin membuktikan sendiri apakah benar mencari tempat sholat dan makanan
halal sangat sulit di sana seperti kata mbak Tya? Jika setelah sampai Jepang
Mbak Tya gemar berburu Ocha asli Jepang yang meskipun katanya pahit tetap
diminum kalau saya karena penggemar sepakbola setelah sampai Jepang pasti akan
langsung pergi ke stadion sepakbola di Jepang, menonton J. League, dan membeli jersey klub atau tim nasional Jepang. Kalau
mbak Tya senang berfoto dengan orang Jepang di atas salju, saya lebih senang
lagi kalau bisa berfoto dengan suppoter
bola Jepang yang terkenal fanatik tapi santun itu saat bersama-sama menonton di
stadion. Hehehe. Wah..membayangkan saja rasanya sudah sangat senang. :D
Sebuah pelajaran
berharga yang saya dapatkan dari buku terbitan Meta Kata Malang ini adalah ada satu hal yang bisa kita
terapkan untuk mencapai impian-impian kita. Orang mendapatkan impiannya dengan
cara masing-masing. Ada yang mencapai impian karena bakatnya yang luar biasa,
ada yang karena kejeniusannya, ada pula yang karena penampilannya. Akan tetapi
ada satu lagi cara orang memperoleh mimpinya yang selama ini kurang kita
perhatikan tetapi sangat penting, yaitu dengan selalu berdo’a kepada Allah,
banyak membantu orang lain, dan selalu berusaha keras serta bersungguh sungguh
terhadap semua kesempatan yang datang. Orang-orang yang sudah lebih dahulu
menapakkan kakinya di Jepang yang diceritakan Mbak Tya di dalam bukunya
sebagian besar adalah orang-orang yang taat beribadah, baik hati, dan senang
menolong orang lain. Saya sadar saya tidak memiliki bakat alami yang luar
biasa. Saya juga tidak jenius dan penampilan saya biasa-biasa saja. Mungkin
jika hanya mengandalkan bakat, kejeniusan, atau penampilan saja sulit rasanya
untuk menggapai impian saya. Namun, saya bisa terus berdo’a kepada Allah,
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, percaya bahwa ada Yang Maha Besar dan Yang
Maha Kuasa yang akan memeluk dan mengabulkan mimpi-mimpi kita. Saya juga bisa
selalu berusaha dan bersungguh-sungguh terhadap semua kesempatan yang datang
dan saya juga bisa selalu berusaha memberikan manfaat untuk orang lain. Mungkin
saat ini ketiga hal itu masih sangat kurang pada diri saya, akan tetapi semua
itu bisa dilatih dan dibiasakan. Saya sangat yakin, berbekal keimanan yang
kuat, usaha yang hebat, serta kemauan untuk selalu bermanfaat bagi orang lain,
tanpa memiliki bakat yang luar biasa, kejeniusan, ataupun penampilan yang
menarik-pun kita bisa mencapai apapun yang kita inginkan di hidup ini. Amiinn... yarobbal’alamiiinn...
Saya termasuk
orang yang percaya bahwa tidak ada yang kebetulan di dunia ini, termasuk siapa
orang tua kita, keluarga kita, teman-teman kita, atau bahkan siapa orang yang
kita sukai. Semuanya telah diatur oleh Allah dan bisa jadi hal itu menentukan
apa yang selanjutnya terjadi pada hidup kita. Termasuk saat saya menemukan buku
ini dan diizinkan untuk membacanya. Jika Allah menghendaki saya berhasil
menemukan pelajaran dan inspirasi dari cerita yang saya baca di buku ini, maka
saya berfikir bahwa Allah mengharapkan saya untuk tidak hanya terinspirasi
lantas tidak melakukan apa-apa tetapi melakukan sesuatu untuk menempa dan
mempersiapkan diri menjadi lebih baik agar Allah bisa memberikan apa yang saya
inginkan pada waktu dan tempat yang tepat di masa depan. Bisa tidaknya impian
itu terwujud, cepat lambatnya harapan itu tercapai, tentu semua itu tergantung
seberapa kuat tekad dan usaha saya. Pertanyaannya adalah apakah dengan semua
anugerah yang telah diberikan Allah kepada saya, saya mampu untuk menjawab
harapan-Nya dan menjadi hamba Allah yang pantas menerima berkah dan
karunia-Nya? Menarik untuk kita saksikan bersama-sama.
Selesai.
Rista Fitria
Anggraini J
4 komentar:
tante dosse, sekarang tulisannya mulai bagus. :) bikin orang yg baca mau baca sampe akhir tulisan. cemungutt eahh :)) kiss kiss cantik dari sitha
wahhh... utiii.... makasiih yaa utii.... kiss kiss back, mmuach :* :D :D
ada buku lagi yang belum dibaca lhoh...
coba tanya ke mbk tya,, judulnya "sandiwara langit"
saya merekomendasikan baca
Posting Komentar