Masyarakat sepakbola tanah air patut mengelus dada dan mengucap syukur. Pasalnya, FIFA tidak jadi memberi sanksi kepada Indonesia terkait kasus dualisme kepengurusan dan dualisme kompetisi yang selama dua tahun terakhir ini terus menghiasi persepakbolaan tanah air. Dalam rapat komite eksekutif FIFA yang digelar di Tokyo Jepang kemarin, FIFA urung memberi sanksi kepada Indonesia dengan alasan mereka melihat sinyal positif dari PSSI untuk menyelesaikan konflik dan memilih menyerahkan masalah ini kepada AFC.
Keputusan ini membuat sebagian masyarakat lega karena kekhawatiran
melihat negara ini dikucilkan dari pentas sepakbola internasional tidak menjadi
kenyataan sedangkan Tim Nasional dapat kembali fokus mempersiapkan diri
menghadapi kualifikasi Piala Asia yang akan digelar Februari mendatang. Namun
jika kita mau melihat dari sudut pandang lain, keputusan FIFA untuk tidak
memberi sanksi dan kembali memberikan tenggang waktu pada PSSI seakan
memberikan sinyal kepada kita semua bahwa episode dualisme ini akan tetap
berlanjut.
Mengapa demikian? Sejujurnya, keputusan FIFA untuk tidak memberi
sanksi kepada Indonesia dengan alasan ada tanda-tanda positif menuju kesatuan
membuat saya bingung dan bertanya-tanya. Tanda-tanda positif? Tanda-tanda
positif apa yang FIFA lihat? Jelas-jelas di depan mata PT. Liga Indonesia
dengan segala kepercayaan dirinya baru saja mengumumkan bergulirnya Liga Super
Indonesia musim depan, sedangkan di kubu IPL terdengar kabar bahwa mereka
mendapatkan tawaran sponsor dengan nilai yang konon menyentuh angka 190 miliar
rupiah dari salah satu perusahaan asal Amerika Serikat untuk menyokong
kompetisi. Dua gambaran diatas saya rasa cukup jelas bagi kita semua bahwa
dualisme di negeri kita tercinta ini sama sekali TIDAK ada tanda akan berakhir.
Dengan dua hal diatas, bisa dipastikan kalau Indonesia tetap akan mempunyai dua
kompetisi tertinggi musim depan.
Keputusan FIFA seakan-akan membuat dua kubu itu menepuk dada dan kembali
meneruskan duelnya, bertarung untuk menjadi yang “terbaik” dan “terhebat” di
tengah hausnya masyarakat Indonesia akan prestasi sepakbolanya. Sikap tidak
tegas yang ditunjukkan FIFA hanya akan mengulur-ulur masalah dan membuat
masalah berlarut-larut. Rasanya, sudah cukup banyak toleransi yang diberikan
FIFA kepada Indonesia. Dua tahun. Dua tahun tontonan pertikaian ini mengisi
panggung sepakbola nasional, membuat sepakbola Indonesia linglung tak tentu
arah dan hampir sekarat. Kegagalan demi kegagalan menghinggapi Tim Nasional,
peringkat FIFA terus menurun. Di tingkat klub, masalah klise seperti tunggakan
gaji pemain yang sampai berbulan-bulan menjadi berita yang tidak asing di
telinga kita, bahkan telah memakan korban. Sepakbola Indonesia sudah separah
ini, mengapa FIFA masih menutup mata dan malah melempar tanggung jawab?
Banned FIFA mungkin akan menjadi sejarah buruk dalam sepakbola
Indonesia, namun tidak disanksi dengan keadaan sekarang ini, sama saja dengan
bohong. Banned mungkin cuma 1-2 tahun, setelah itu mungkin saja kita dapat
memiliki organisasi sepakbola yang benar, itupun masih “mungkin”. Mungkin
negeri ini akan malu dengan sanksi itu, tapi sikap pengurus saat ini yang
merasa paling benar dan tidak mau mengalah bukankah lebih memalukan?
Akan selalu ada sanksi apabila seseorang atau sebuah anggota tidak
mematuhi peraturan yang dibuat organisasi diatasnya. Bukankah itu hal yang
wajar dan sejatinya harus dilaksanakan? Peraturan dibuat dengan diiringi
hukuman atau sanksi sebagai konsekuensi jika peraturan tersebut suatu saat
dianggar. Adanya sanksi juga memberikan bobot pada peraturan itu sendiri,
sejauh mana peraturan itu ditegakkan. Dengan toleransi-toleransi yang terus
saja diberikan FIFA kepada kita, pertanyaan besar muncul di benak kita bersama,
seberapa besar tanggung jawab dan keseriusan FIFA dalam menangani masalah ini?
Pemerintah-pun yang sebenarnya memiliki wewenang dalam pembenahan
kisruh ini, tidak bisa berbuat banyak. Berbagai macam komite yang dibentuk
pemerintah untuk menjembatani perbedaan diantara mereka nyatanya tak membuat kedua
kubu bereaksi. Yang terbaru adalah dibentuknya satgas pimpinan Rita Subowo oleh
Menpora sementara Agung Laksono. Kita lihat saja apakah satgas ini mampu berbuat
banyak atau bernasib sama seperti pendahulunya, hanya seperti cubitan kecil
yang sama sekali tidak mempengaruhi kekuhuan sikap mereka.
Saya kok jadi pesimis dan khawatir dengan kelanjutan olahraga
yang paling digemari masyarakat ini. Kalau pemerintah-pun sudah tidak berdaya
dan FIFA terkesan tutup mata dan lempar tanggung jawab, lalu siapa lagi yang
akan membenahi sepakbola negeri ini? Kalau dua lembaga yang berpengaruh besar
itu tidak bisa menghentikan berangasnya PSSI dan KPSI menggerogoti sendi
persatuan dan kemurnian sepakbola, lalu kepada siapa lagi kita berharap?
Ahhh, betapa negeri ini sungguh rumit. Hanya masalah sepakbola saja
yang notabene hanya permainan dan hiburan, semua orang dibuat marah. Sepakbola
yang notabene bagian kecil dari banyaknya bidang di negeri ini dan hanya
berfungsi sebagai permainan dan olahraga saja, dijadikan media berpolitik dan
sarana mengeruk kekayaan dari para penguasa, bagaimana dengan bidang lain yang
jauh lebih menjanjikan?
Semoga mukjizat Tuhan menghampiri persepakbolaan tanah air, entah
dengan cara apapun hati mereka disadarkan. Bukan untuk mereka, tapi untuk
pemain, pelatih, official, supporter dan seluruh insan sepakbola Indonesia yang
pengorbanan dan ketulusan hati mereka mencintai olahraga ini terlalu KEJAM jika
dibalas dengan sandiwara politik ini.
Selesai….
Rista Fitria Anggraini
Ps : saya di e-mail pihak BOLA katanya tulisan ini berhasil di publish di edisi 20 Desember 2012. :D sayang smpe skrg blum bisa mastikan sendiri, karena edisi itu disini udah ga ada :((
Ps : saya di e-mail pihak BOLA katanya tulisan ini berhasil di publish di edisi 20 Desember 2012. :D sayang smpe skrg blum bisa mastikan sendiri, karena edisi itu disini udah ga ada :((
2 komentar:
FIFA akan mengambil keputusan berdasarkan informasi yg dia terima, termasuk misalnya lobi. Selama itu ga cukup utk sanksi, ya Indonesia aman.
melihat kondisi sepakbola Indonesia saat ini, apakah itu belum ckup untuk memberi sanksi mas? nampaknya peringatan dan ultimatum aja tidak cukp buat mereka..
Posting Komentar